Assalamualaikum
sahabat meraki, apa kabar? Semoga kabar sahabat semuanya baik dan selalu dalam
lindungan Allah SWT. Aamin…
Sahabat,
hari ini kami ingin berbagi materi yang kami dapatkan sewaktu mengikuti salah
satu rangkaian kegiatan Olimpiade Pecinta Quran (OPQ) yang diadakan oleh
komunitas ODOJ Indonesia pekan lalu. kegiatan seminar yang kami ikuti ini bertema
parenting yaitu “Membangun Karakter Keluarga Qur’ani”. Materi ini dipaparkan oleh ustadz Bendri Jaisyurahman yang merupakan pakar parenting. Adapun materi
yang disampaikan oleh beliau diantaranya membahas mengenai orientasi hidup dalam suatu keluarga.
·
Jadi definisi keluarga yang
berkarakter qur’ani itu seperti apa sih?
Beliau memaparkan bahwa keluarga yang qur’ani ialah
keluarga yang memiliki visi yang mengarah pada Al Qur’an, artinya suatu
keluarga yang berpedoman pada Al Qur’an dalam menjalankan kehidupannya. Cirinya
sebagai berikut.
1. Memiliki tujuan akhir membawa seluruh
anggota keluarga masuk ke dalam surga bersama – sama (bukan hanya bersama - sama saat berkumpul di
dunia). Syaratnya ialah:
a.
Menjaga
keimanan karena syarat masuk syurga ialah dengan iman
b.
Menjaga
diri dari maksiat
2. Menjaga keluarga agar terbebas dari api
dan siksa neraka
·
Bagaimana menanamkan karakter qur’ani
pada anak kita?
Allah Ta’ala
berfirman dalam surah Al-Qashash ayat 77, yang artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Maka
untuk menanamkan karakter qur’ani pada anak kita sesuai ayat tersebut, dapat
dirangkum sebagai berikut.
1. Carilah apa yang membawa kejayaan di
akhirat namun tidak melupakan dunia, bukan sebaliknya.
2. Jangan memandang akhirat hanya saat
kepepet saja.
·
Bagi seorang lelaki, bagaimana kiat
memilih istri yang baik?
Memilih istri sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW, seperti dalam hadist berikut. “Wanita itu
dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kemuliaan nasabnya,
kecantikannya, dan karena agamanya. Maka nikahilah wanita yang baik agamanya
niscaya kamu beruntung.” (HR Muslim1466 - 53 , shahih)
Hal ini bukan berarti seorang laki-laki seorang lelaki
tidak boleh memilih wanita yang memiliki harta, kecantikan, dan nasabnya. Hadits
tersebut menjelaskan bahwa seorang lelaki ketika memilih istri disarankan untuk
mengutamakan agama sebagai tolak ukurnya. Kita semua telah mengetahui bahwa kaum
lelaki merupakan seorang qowwam/pemimpin bagi perempuan, ia bertanggung jawab untuk melindungi,
memimpin serta mendidik wanita yang menjadi istrinya. Jika seorang lelaki
memilih wanita yang baik dari segi agama, maka akan memudahkan lelaki tersebut dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya karena ia akan senantiasa taat, menjaga
diri, dan melindungi harta suaminya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al
Qur’an Surat An Nissa Ayat 34 yang artinya: “Sebab
itu maka wanita yang shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”
Adapun jika seorang lelaki menikahi wanita karena harta,
nasab, kecantikannya yang tidak dilandasi agama, dikhawatirkan ia akan
cenderung ditindas dan tidak dihargai, terlebih jika lelaki tersebut tidak
memiliki kedudukan yang sama derajatnya dengan 3 hal tersebut.
·
Bagaimana kiat cara mendidik anak
agar memiliki karakter qur’ani?
Ada beberapa kiat mendidik anak agar
memiliki karakter qur’ani, diantaranya ialah sebagai berikut.
1. Didik anak untuk menjadi orang yang
sholeh, bukan sekedar menjadi orang kaya.
Orangtua pada umumnya memberi didikan pada anak sedari
kecil untuk menjadi kaya diwaktu dewasa. Disini orangtua sering lupa jika memiliki
anak yang sholeh akan lebih baik ketimbang memiliki anak yang kaya namun tidak
sholeh. Hal ini terkait dengan perlakuan atau sikap anak terhadap orangtuanya, jika
ia miskin tapi sholeh maka ia tidak akan menyengsarakan orangtua, namun
sebaliknya jika anak dididik untuk menjadi kaya tapi tidak sholeh maka ia akan cenderung
menyia-nyiakan orangtuanya.
2. Ceritakan tentang kabar gembira saat menasehatinya.
Kita sebagai orangtua harus membiasakan untuk
menceritakan kabar yang menggembirakan ketika menasehati anak, usahakan tidak
menasehati dengan menceritakan kabar yang menakutkan. Misalnya saat anak tidak
patuh terhadap orangtua, kita tidak boleh langsung menceritakan tentang anak
yang tidak patuh ialah anak yang durhaka, ia akan masuk neraka dan disana adalah tempat buruk yang
sangat menakutkan. Meski benar adanya, namun alangkah lebih baik
jika kita mencoba untuk menasehati anak memberikan gambaran tentang dari segi positifnya, misal seorang
anak yang baik maka ia akan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah, ia akan
merasakan kenikmatan di syurga. Dan berilah dia pilihan terkait sikap apa yang
harus dia pilih terkait gambaran pada cerita tersebut. Jangan takut-takuti anak
dengan murka Allah karena otaknya belum siap untuk menerima hal tersebut.
3. Tidak terburu – buru mengenalkan
ibadah sebelum waktunya.
Misal mengajarkan anak untuk melaksanakan sholat 5
waktu mulai usia 7 tahun sampai 10 tahun. Hal ini sesuai hadist Rasulullah “Dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari
kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang
maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia
tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada usia
sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hadits
shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits ini
adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))
Disamping itu, kita juga harus senantiasa sabar
mengajarkan anak untuk melaksanakan sholat, dalam Al Qur’an Surat Thaha Ayat
132 juga menjelaskan yang artinya “…dan
perintahkanlah kepada keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya”. Hal ini berarti selama tiga tahun yaitu rentang
waktu 7 – 10 tahun, kita sebagai orangtua harus bersabar membimbing dan
mengingatkan terus tentang shalat. Jangan lelah jika setiap waktu sholat kita
menyuruh anak untuk sholat, sehari 5 kali kita senantiasa mengingatkan anak
kita yang tentunya diiringi dengan memberi contoh terbaik yang bisa kita perlihatkan kepada anak kita.
4. Ajarkan Al Qur’an, setelah mengajarkan
tentang pemilik-Nya (Keimanan).
Kenalkan Allah, ajarkan tentang keimanan sebelum ia mempelajari
Al Qur’an. Jangan sampai anak hafal Al Quran namun ia tidak cinta dengan Al Quran, ia tidak dapat memaknai apa yang ia hafal. Tidak serius dalam mengajarkan keimanan kepada anak akan mendorong anak untuk
belajar mengikatkan diri kepada agama, maka pengetahuan dan hafalan tersebut
justru menjauhkannya dari agama.
Tidak perlu buru – buru menghafal, gerakkan
keimanannya terlebih dahulu, maka ia akan tergerak untuk mempelajarinya. Seperti kisah Jundub
bin Junadah r.a ketika menegur seorang tabiin, ia berkata, “Kami telah bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika kami
masih sangat muda. Kami mempelajari iman sebelum belajar al-Quran, kemudian
barulah kami mempelajari al-Quran hingga bertambahlah keimanan kami karenanya.”
(HR. Ibn Majah dan disahihkan oleh al-Albani)
Tips Mengevaluasi apakah pendidikan
keluarga kita sudah benar!
Yaitu
dengan mendengarkan dialog/obrolan dalam keluarga. Topik yang sering dibahas
menunjukkan visi kita dalam rumah tangga. Kita juga bisa evaluasi dari anak kita,
lihat dan dengarkan apa yang menjadi topic pembicaraannya dengan teman,
orangtua atau orang lain, yang ia ceritakan menunjukkan apa yang kita ajarkan
dalam kesehariannya.
Sahabat
meraki, semoga kita semua bisa menjadi orangtua yang mampu membangun karakter
qur’ani pada anak kita ya. Salam FM, Berkarya dengan Cinta, Berbagi untuk Sesama :)
Source:
materi seminar OPQ-ODOJ 2016
dengan beberapa tambahan dari berbagai sumber .
0 komentar:
Posting Komentar